Disdik Bakal Terapkan Kebijakan Pakaian Adat Semarangan Untuk Anak Sekolah

ARAH SEMARANG – Dinas Pendidikan Kota Semarang, Jawa Tengah merencanakan kebijakan bagi siswa sekolah untuk mengenakan pakaian adat Semarangan setiap hari Kamis pada minggu pertama setiap bulan.
Kebijakan ini rencananya akan diterapkan pada siswa sekolah dasar (SD) dan sekolah menengan pertama (SMP).
Dilansir dari laman ANTARA, hal tersebut merupakan tindak lanjut Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Nomor 50/2022 tentang Pakaian Seragam Sekolah bagi Peserta Didik Jenjang Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah.
“Kami baru akan membahas, kemarin sempat singgung untuk memakai seragam adat setiap Kamis minggu pertama,” ungkap Plt Kepala Disdik Kota Semarang Bambang Pramusinto di Semarang, dilansir melalui laman ANTARA.
Bambang mengunkap, secara umum jajaran kepala sekolah telah menyetujui rencana kebijakan tersebut dengan pakaian adat yang dipilih adalah khas Semarang, sehingga ke depannya akan lebih dimatangkan.
Lebih lanjut, menurutnya, pemakaian pakaian adat Semarangan sebenarnya sudah diawali dari jajaran aparatur sipil negara (ASN), termasuk guru. Sehingga akan diperluas di kalangan peserta didik.
“ASN kan sudah pakai (pakaian adat) Semarangan, nanti guru-guru, termasuk muridnya juga,” katanya.
Meski dimikian, pihaknya tetap akan memastikan bahwa kebijakan tesebut tidak akan memberatkan orang tua siswa yang tidak mampu.
“Prinsipnya kebijakan jangan sampai memberatkan orang tua (siswa) yang tidak mampu, sampai harus beli pakaian Semarangan, dan sebagainya. Implementasinya seperti apa, kami akan bahas lagi,” katanya.
Dalam minggu ini, ungkapnya, Disdik Kota Semarang beserta jajaran terkait, termasuk kepala sekolah akan membahas kembali rencana kebijakan tersebut yang ditujukan bagi sekolah negeri maupun swasta.
“Jadi, kami kan sudah buat SE yang namanya seragam tidak boleh dikoordinir-dikoordinir. Apalagi, kalau seragam OSIS. Kecuali, memang ada seragam khusus, seperti batik dan olahraga,” katanya.
Untuk seragam khusus pun, Disdik Kota Semarang sudah menegaskan bahwa sekolah tidak boleh memaksa orang tua siswa, apalagi meminta untuk melunasinya secara langsung.
“Jadi, kapan orang tua (siswa) punya duit, baru beli. Kalau perlu, bisa dicicil. Jangan sampai ada pewajiban yang membuat orang tua kebetulan tidak mampu kemudian merasa keberatan,” katanya
Demikian pula untuk pakaian adat Semarangan, Bambang menegaskan bahwa sekolah juga tidak boleh memaksa orang tua siswa membelinya, apalagi dikoordinasi oleh sekolah.
“Misalnya orang tua (siswa) tidak mampu belum bisa beli (pakaian adat Semarangan), ya tidak apa-apa. Jangan ditegur. Kami inginnya luwes saja,” pungkasnya.***
(ANTARA/ara)