Pelantikan Rektor UPI Digugat, Somasi Dilayangkan ke Mendiktisaintek

BisnisCirebon.com — Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendiktisaintek) Brian Yuliarto diminta menunda pelantikan Prof. Didi Sukyadi sebagai Rektor Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung periode 2025–2030. Hal ini terjadi menyusul proses pemilihan rektor yang dianggap cacat hukum dan tidak transparan.
Tuntutan penundaan pelantikan tersebut disampaikan oleh dua calon rektor UPI yang tidak lolos, yaitu Prof. Deni Darmawan dan Prof. Prayoga Bestari, melalui kuasa hukum mereka, Irfan Arifian.
Irfan kemudian melayangkan surat somasi (teguran) kepada Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi, Ketua Komisi III, dan Komisi X DPR RI. Dalam somasi itu, Irfan meminta proses pelantikan dibatalkan atau setidaknya ditunda, demi menjaga fairness dan kepatuhan pada prosedur yang berlaku.
“Proses pemilihan rektor UPI 2025–2030 terjadi cacat hukum dan harus dibatalkan, atau setidaknya ditunda pelantikannya demi memenuhi aspek keadilan dan transparansi,” ujar Irfan, Minggu (15/6/2025).
Diketahui, Prof. Didi Sukyadi terpilih sebagai Rektor UPI 2025–2030 berdasarkan keputusan Majelis Wali Amanat (MWA) pada Kamis (15/5/2025) di Gedung University Centre, Bandung. Dalam surat somasi yang diterbitkan pada 12 Juni 2025, Irfan menyebut terjadi konflik kepentingan dan proses yang tidak transparan.
Hal tersebut terjadi, katanya, karena Didi Sukyadi juga merupakan anggota tim penjaringan calon anggota MWA 2025–2030. Hal ini dianggap melawan prinsip fairness, mengingat MWA nantinya bertanggung jawab menyeleksi dan memilih rektor.
Surat keputusan MWA kemudian menetapkan sembilan bakal calon rektor. Setelah proses penyaringan pada 5 Mei 2025, tinggal tiga calon yang lolos, yaitu Prof. Didi Sukyadi, Prof. Vanessa Gaffar, dan Prof. Yudi Sukmayadi. Dalam proses tersebut, Prof. Deni Darmawan dan Prof. Prayoga Bestari dinyatakan tidak memenuhi syarat.
Irfan juga menyebut proses ini terjadi secara pada dasarnya tidak adil, karena masing-masing anggota MWA diberi kewenangan memilih 3 calon (one man, 3 vote), yang dianggapnya tidak sesuai prinsip keadilan.
“Proses tersebut merupakan sebuah skenario yang direkayasa demi meloloskan calon yang diinginkan, bukan berdasarkan kualitas dan visi kepemimpinan calon,” tegas Irfan.
Irfan kemudian meminta Mendiktisaintek untuk segera membentuk tim investigasi dan tim independen demi menjaga transparansi dan fairness proses. Somasi tersebut diberi tenggat 3×24 jam. Jika permintaan tidak dipenuhi, Irfan menyatakan akan menempuh langkah hukum, mulai dari perdata, pidana, hingga tata usaha negara.
Selain itu, apabila somasi diabaikan, Irfan juga akan meminta audiensi dengan Komisi III dan Komisi X DPR RI demi mencari solusi dan kepastian atas masalah yang terjadi.
“Kalau somasi tidak diindahkan, kami terpaksa menempuh upaya hukum, perdata, pidana, dan tata usaha demi keadilan dan transparansi,” pungkas Irfan.**